

vulgar,kekejaman dan sadis mungkin itu yang pertema terkesan pada pertunjukan monolog MATA DARAH oleh Sundanologiakata mahasiswa universitas negeri surabaya jurusan sendratasik, konsentrasi drama ini.pertunjukan mata darah telah dipentaskan sebanyak tujuh kali yang tersebar di beberapa tempat antara lain Universitas Wijaya Putra Surabaya,Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya, Instiut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel surabaya. Universitas Negeri Surabaya, Musium Bojongkokosan Sukabumi (JABAR), SMAN 13 Surabaya dan SMAN 15 surabaya merupakan sebuah pertunjukan monolog impelentasi dari kegeliasahan Sundanologiakata (aktor yang sekaligus merupakan Sutradara) akan akan carut marutnya dunia saat ini dengan berbagai konflik yang semakin kompleks. dari persoalan korupsi, pembunuhan, mutilasi hingga kerusakan bumi. kegelisaahn ini lah yang kemudian melahirkan sebuah konsep pertunjukan keliling MATA DARAH
KONSEP
MATA DARAH merupakan intererpertasi sutradara akan kegelisahan jiwa dan pergolakan batin menghadapi carut marutnya kehidupan dan lingkungan saat ini.kata mata darah memiliki arti mata sebagai simbol dari vagina sedangkan darah merupakan simbol dari kesuburan.Dewi Sari Pohaci (Dewi Padi dalam mitologi sunda wiwitan) digunakan sebagai simbol dari bumi atau ibu pertiwi. nyai parwati merupakan sosok wanita yang dikorbankan dalam proses penyelamatan lingkungan dari sebuah kehancuran. wanita dipilih oleh sutradara sebagai perwakilan dari awal kehancuran bumi sekaligus sosok yang akan menyelamatkan bumi dengan segala pengorbananya.
VISUAL
visual verbal merupakan pilihan sutradara dalam pertunjukan mata darah, beberapa visual yang dianggap memiliki kajian yang dangkal oleh penonton ketikan melakukan selektifitas properti dan setting sebagai simbol-simbol dari interpertasi visual konsep.sutradara secara sadar melakukan pemilihan properti dan setting secara verbal dengan tujuan bahwa segala sesuatu yang dimunculkan dalam pertunjukan mata darah dapat di mengerti oleh setiap lapisan masyarakat. visual yang dimunculkan secara bersahaja sesuai dengan apa yang ada pada lingkungan sekitar diataranya adalah ketika sutradara ingin mengaplikasikan interpertasinya terhadap sebuah kekejaman pembunuhan dengan cara korbannya dimutilasi, sutradara memilih visual ayam yang di mutilasi oleh aktor secara kejam diatas panggung. ayam yang hampir setiap kali kita makan ternyata dapat membangkitkan rasa jijik, miris dan menakutkan namun tanpa sadar ketika kita menonton berita pembunuhan dengan cara mutilasi tidak ada rasa apapun yang muncul pada diri kita bahkan ketika berita itu sendiripun disiarkan di rumah makan tidak ada satupun pengunjung merasa jijik, muak dan terganggu. konsep pertunjukan dan visual inilah yang kemudian di sebut oleh sutradara sebagai KONSEP PERTUNJUKAN HITAM (dimana nilai rasa lebih dipentingkan daripada sebuah pertunjukan visual yang lebih mementingkan esterik pertunjukan.
Indar Sabri, S.Sn.M.Pd
(Pengajar Drama Universitas Negeri Surabaya)