Selasa, 13 April 2010
Minggu, 11 April 2010
pengantar : Tony Broer
TUBUH DAN KATA TERUS LAHIR DI RUANG YG TAK PERNAH SEBELUMNYA TERPIKIRKAN OLEH AKTOR. AKTOR MENJADI SEBUAH PERLAWANAN PADA APA YG DISEBUT PROSES. PROSES ADALAH SEBUAH MEDITASI DARI TUBUH DAN KATA ITU SENDIRI. HASIL AKHIR AKTOR PADA TUBUH DAN KATA ADALAH BUKAN PADA PERMAINAN YG DI SAKSIKAN OLEH PENONTONNYA, TETAPI PADA SAAT DIALOG ANTARA DIRINYA DENGAN PROSES SEHINGGA PENEMUAN BARU PADA TUBUH DAN KATA ADALAH HASIL AKHIR ITU SENDIRI.
TUBUH DI BENTURKAN PADA RUANG-RUANG ASING, KATA-KATA DI LONTARKAN PADA RUANG PIKIRAN PENONTON, AKHIRNYA AKTOR MEMBUAT PERISTIWA PADA RUANG BARU YG DI TEMUKAN PADA WAKTU PROSES.
SETELAH SEMUA DIAM, AKTOR MENJADI KOSONG DAN KEMBALI HARUS MASUK PADA RUANG PROSES ASINGNYA KEMBALI, SEBAB RUANG-RUANG BARU HARUS TERUS DI TEMUKAN. MALAM DAN DIAM ADALAH RENTANG WAKTU YG SELALU DI MASUKIN OLEH AKTOR.
TUBUH DAN KATA MENJADI SELALU BARU, SETELAH PANGGUNG HILANG, AKTOR MENJADI KOSONG.
SELAMAT DAN SUKSES UNTUK KEMATANGAN MONOLOGNYA, BOSAN ADALAH KATA YG HARUS KITA KUBUR DALAM-DALAM OLEH AKTOR.
TONY BROER, BANDUNG.
AKTOR TUBUH / 3 / 4 / 2010 / SABTU

monolog : MATA DARAH
sinopsis :
mataku meneteskan darah
bukan karena mengutuk tuhan
atau mencaci firmannya
aku hanya melakukan ritual dengan telur yang melambangkan bumi
bermain dengan anyir dan kebusukan yang gagal melahirkan idiom moral tentang bumi
bumi yang sedang kutapaki
bersama semesta yang gagal mempertahankan para penghuni
bernyanyi-nyanyi ditumpukan mayat
tentang gempa,banjir,longsor,badai atau angin topan
sesajiku hanya darah yang tertumpah ditanah
dan biarkan kuteguk darah itu
agar dapat kurasakan luka itu
jerit itu
pekik itu
sunyi itu
(untuk sahabatku satria suhada sinaga yang memulikan bumi,relawan green peace semoga kau berdamai dengan rimba medan)
Monolog Mata Darah
(SEORANG LAKI-LAKI TERHUYUNG-HUYUNG MENCARI ISTRINYA MENGEJAR CAHAYA)
nyai parwati...!
nyai parwati...!
nyai parwati...!
(TERGANTUNG SEEKOR AYAM HITAM DI SEBUAH BERINGIN YANG TUA, SEORANG LAKI-LAKI MUNCUL DENGAN MEMAKAI CAWAT BERWARNA PUTIH AKAN MELAKUKAN RITUAL PENYUCIAN TANAH)
Pun sapun kakaruhun
Malam buta di persimpangan
Langit hitam tanpa gemuruh hujan
Hanya kilat saling menyambar
Memohon sudi dewi sari pohaci berikan kesuburan
Nyai parwati istriku putri tanah hutan dalam, seorang wanita yang cantik jelita, berambut panjang terurai, langsing nan gemulai. Nyai parwati istriku...tak ada yang di anugrahkan dewata selain dia, tutur katanya menenangkan jiwa begitu sangat aku mencintainya.
Ketika itu kami menikah dengan adat tanah hutan dalam, seluruh penghuni isi tanah hutan dalam turut berbahagia mungkin dewa-dewi pun memuja-muji lewat suara jangkrik atau bintang gemintang penghias malam. puluhan kerbau, babi, dan ayam hutan dipersembahkan pada junjungan kami dewi sari pohaci dewi kesuburan kami, pesta besar-besaran mengucap syukur semoga dewi sari pohaci merestui pernikahan kami.
Namun dimalam ketiga belas pernikahan kami ayahandaku buli ireng dipanggil sanghyang widi maka aku pun menjadi kepala suku hutan tanah dalam, entah kenapa setelah kematian ayahku pohon mengering seiiring tanah yang menjadi tandus,tak ada binatang yang dapat kami buru, gempa saling bersahutan menggetarkan bumi, hujan menciptakan banjir dan longsor tak pernah menyatu menelusup kedalam kedalaman bumi, suara angin mengiris menangis memporak-porandakan tempat sesajian, entah kenapa ini terjadi mungkin dewa-dewi mengirim bala kepada kami mengingatkan kami yang tidak pernah mensyukuri kedalaman makna alam lewat upacara penyucian.
Akhirnya aku masuk kedalam hutan terlarang begitu kagetnya aku, pohon jati yang kami keramatkan ditebang manusia yang tak bertanggung jawab betapa ngilu bercampur duka membumi pikiran resah nan gelisah pikiranku, dalam kesadaran dan kelemahanku kulihat berdiri disana seorang wanita yang mirip dengan istriku menatapku begitu tajam lalu berkata dengan begitu kasar penuh dengan emosi yang terpendam
“lakukan upacara penyucian sebelum tanah ini musnah, lakukan pemujaan dan sesembahan, kutuk dan hina tercurah padamu manusia merusak-rusak dan akan kurusakkan tanah ini, kenapa kalian musnahkan sumber terakhir tempat perjamuan dewa-dewi dan leluhurmu bersatu pada perjamuan pencekramaan”
aku langsung membalikan badan berlari menuju rumahku, istriku tertidur pulas begitu sangat pulas (MENATAP AYAM HITAM) kudekap ia begitu dekat kubisikan ditelinganya begitu sangat pelan "aku begitu sangat mencintaimu" dia menggeliat kubisikan begitu sangat sangat pelan ditelinganya "begitu sangat aku mencintaimu"dia bergerak lalu kudekap begitu sangat kuat kubisikan ditelinganya "begitu sangat aku mencintaimu"(AYAM HITAM ITU LANGSUNG DIGIGIT DAN DIRASAKAN SAMPAI NAFASNYA HABIS LALU DIMUNTAHKAN DARAHNYA)
begitu sangat aku mencintaimu !!!
begitu sangat aku menyayangimu!!!
begitu sangat aku mengasihimu !!!
(MEMOTONG KEPALANYA DAN MENGELURKAN ISI PERUT AYAMNYA, BEREKPLORASI DENGAN OGAN DALAM AYAM LALU MEMAKAN HATINYA DAN MENGELUARKAN TELUR DALAM PERUT AYAM)
nyai parwati...!
nyai parwati...!
nyai parwati...!
oh dewi sari pohaci terimalah sesembahanku
hancurkan bumi
musnahkan bumi
leburan bumi
agar kita bsa mencintai bumi
agar kita bisa menyayangi bumi
agar kita bisa mengasihi bumi
agar kita bisa memaknai bumi
(MENGHANCURKAN TELURNYA LALU PENONTON MELEMPARI TOKOHNYA DENGAN TELUR SERPIHAN TELUR DI SATUKAN DENGAN TUBUHNYA LALU ISINYA DIMAKAN)
nyai parwati...nyai parwati...nyai parwati..!!!